Search

Senin, 02 November 2015

Pertirtaan Candi Jalatunda Page : 01



Pertirtaan Candi Jalatunda


Pertirtaan Jalatunda secara administratif terletak di Dukuh Balekambang, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Provinsi  Jawa Timur. Secara geografis, terletak pada 7046’ 39” LS dan 112040’57” BT yang berada di lereng barat Gunung Penanggungan dengan ketinggian 525 meter dpl.

Riwayat Penelitian
Penelitian di Candi Jalatunda telah dilakukan oleh beberapa ahli, antara lain Wardenaar pada tahun 1815 dengan melakukan penggalian dan menemukan peripih batu di tengah-tengah kolam yang berisi abu dan potongan emas dengan tulisan yang menyebutkan Dewa Isana dan Agni. Pada tahun 1836, Domais menemukan arca naga dan garuda di sudut kolam induk. Pada tahun 1840 – 1815, beberapa ahli seperti Sieburgh, Yunhung, Van Hoevel dan Brumund datang dan mendeskripsikan temuan yang ada. Pada tahun 1937, Stutterheim menemukan dan meneliti sebuah pancuran batu yang berbentuk silinder yang dianggap sebagai bagian puncak teras Jalatunda. Selain itu Bosch meneliti arsitektur, seni hias dan relief Jalatunda. Pada tahun 1967, Soekartiningsih  seorang mahasiswa Arkeologi UGM pernah membahas tentang pendiri dan fungsi pertirtaan Jalatunda dalam skripsinya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, dapat kiranya disusun aspek arkeologis dan kesejarahan, serta fungsi Jalatunda.

Fungsi Pertirtaan Jalatunda
Bentuk Pertirtaan Jalatunda yang berbentuk empat persegi panjang dengan teras di tengah dan puncak pancuran di tengah-tengah ternyata memiliki arti simbolis sebagai gambaran Mahameru. Dalam konsepsi Hindu, Gunung Mahameru dianggap sebagai gunung suci tempat bersemayam para dewa. Konsepsi ini sebenarnya telah dikenal semenjak jaman prasejarah masa megalitik yang mengganggap gunung sebagai unsur tertinggi tempat bersemayamnya roh nenek moyang.

 

Pertirtaan Jalatunda dianggap pula melambangkan pengadukan lautan dalam cerita Amrtamanthana yang menceritakan proses mendapatkan air suci dengan menggunakan Gunung Mahameru yang dililit oleh Ular Batara Wasuki. Berdasarkan hal itu, kolam Jalatunda disamakan dengan lautan sedangkan teras dengan pancuran berbentuk silindris yang dililit seekor ular melambangkan bentuk Mahameru. Air yang keluar dari pancuran itu sendiri dianggap air suci atau Amrta.







Candi bukanlah Makam, Bukti arkeologis lain juga menunjukkan bahwa Jalatunda dibangun oleh Raja Udayana pada saat ia berusia 14 tahun. Fungsi pertirtaan ini adalah sebagai monumen pernyataan dan keberadan dari Raja Udayana saat mengundurkan diri dengan bersemedi dalam rangka menghimpun kekuatan yang akan digunakan untuk kembali menduduki tahta di Bali.




Selain relief di pertirtaan ini terdapat empat buah prasasti pendek dengan huruf Jawa Kuni, yaitu ;
1. Angka Tahun 899 Seka di dinding atas sebelah kiri
2. Kata terbaca Gempeng di dinding atas sebelah kanan
3. Kata terbaca Udayana di sudut tenggara
4. Kata terbaca Mragayawati di sudut tenggara.
Empat inskripso pendek ini semakin melengkapi aspek kesejarahan Pertirtaan Jalatunda. Banyak para ahli sepakat tahun 899 Saka menunjukkan tahun berdifrinya Pertirtaan Jalatunda. Bila demikian maka pada tahun tersebut. Udaya berumur 14 tahun.

Inskripsi angka tahun tersebut menjadi semakin menarik bila dikaitkan dengan cerita yang ada di relief Jalatunda. Cerita tantang penculikkan Mrgawati yang sedang mengandung Udayana kiranya dapat disejajarkan dengan proses pengungsian Udayana di Jawa Timur ketika Bali sedang dilanda paralaya. Peristiwa ini berkaitan erat dengan inskripsi yang berbunyi gempeng. Muncul berbagai tafsiran para ahli yang mengartikan Gempeng sebagai lebur, dikubur, wafat, hancur atau rasa sedih. Bila dilihat dari aspek arsitektur pembangunan pertirtaan ini, maka kata gempeng dapat diartikan sebagai melebur atau memotong lereng gunung, sehingga kemudian bangunan ini seakan-akan melebir menjadi satu kesatuan dengan Gunung Penanggungan.

Adapun adanya tulisan Udayana dan Mragayawati di dinding teras Jalatunda dapat dipandang sebagai usaha Udayana untuk memantapkan kedudukannya dengan menggunakan nama Ibunya yang dalam  naskah dikenal sebagai Mragawati. Delam sejarah perkawinan Udayana dengan putri Jawa yaitu Gunapriyati dipandang sebagai usaha untuk memantapkan kedudukannya.



Pertirtaan Jalatunda pada dasarnya merupakan sebuah kolam dengan ukuran 16 x 13 m yang memiliki orientasi hadap ke barat. Pertirtaan ini dibuat dengan memotong sebagian lereng barat Gunung Penanggunagan, Di sudut tenggara dan timur laut terdapat masing-masing sebuah kolam kecil. Di atas kolam kecil tersebut terdapat bangunan seperti candi, yaitu semakin ketas semakin meruncing, yang menempel pada dinding belakang. Bangunan ini mempunyai dua relung yang pada bagian atas masing-masing relung dihiasi kala.
Relung bagian atas telah kosong, sedangkan relung bawah terdapat arca naga yang berfungsi sebagai saluran air dari dinding belakang ke kolam kecil.

Tinggalan arkeologis yang berbentuk relief di Pertirtaan ini telah banyak yang rusak sebagian tidak diketahhui tempat aslinya. Relief-relief yang masih berada di tempat aslinya hanya tiga buah yang semuanya terletak di suut timur laut.

Lima buah relief saat ini ada di museum Pusat Jakarta, sedangkan satu buah ada di halaman Kantor BP3 Jatim. Walaupun telah tersebar, namun Bosca telah berhasil menyusun urutan panil relief yang seharusnya berada di tempat aslinya. Isi cerita relief tersebut dibaca dari sudut Timur Laut (kiri ke kanan). Isi relief – relief tersebut berpokok pada cerita Mahabrata dan Kathasaritsagara. Cerita Mahabrata hanya dipahatkan sebagai adegan pokok saja yaitu mulai dari adegan Palasara bertapa sampai Lanamejaya mengadakan korban ular, sedangkan cerita Kathasaritsagara diceritakan lebih lengkap. Inti cerita Kathasaritsagara adalah pengasingan Udayana beserta Ibunya Mrgawari di Gunung Udayaparma. Dalam kisah tersebut, ketika Mrgawati sedang mengandung Udayana. Ia diculik oleh seekor burung Garuda dan dibawa ke puncak Gunung. Di Gunung itulah lahir Udayana. Setelah 14 tahun lamanya dalam pengasingan. Udayana kemudian bertemu kembali dengam ayahnya Raja Sahasranika.





Dari Penuturan para warga yang ada disana :
Air pancuran yang ada di Pertirtaan Jalatinda udah diteliti dan merupakan air terbening mengandung banyak mineral menempati urutan ke 2 air didunia (yang Pertama tentunya Air Zamzam).
Banyak ikan-ikan yang bertebaran di bawah pancuran yang tidak boleh semena-mena kita ambil apa lagi menyakitinya (bisa kualat).
Air tersebut dapat menyembuhkan beberapa macam penyakit (banyaknya masyarakat baik dari penduduk setempat maupun luarkota membawa Jerigen untuk dibawa pulang untuk pengobatan)
Air tersebut membuat kita awet muda (terbukti dengan banyaknya para panari dan penyanyi yang datang kesana untuk mengambil air di Pertirtaan Jalatunda).

Kegiatan Rekreasi di tempat lain di sekitar Musium Pertirtaaan Jalutunda ada Outbon :








Sumber : Musieum Candi Jalatunda and +riosepta wardhana 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar