Dahulu
di propinsi Sumatera Utara terdapat dua kerajaan. Kerajaan itu dikenal dengan
nama Kerajaan Timur dan Kerajaan Barat. Pada suatu ketika, raja yang berkuasa
di Kerajaan Timur menikah dengan adik perempuan dari raja yang berkuasa di
Kerajaan Barat. Beberapa tahun kemudian lahir seorang bayi perempuan yang
diberi nama ‘Si Dayang Bandir’, tujuh tahun kemudian lahir seorang anak
laki-laki yang bernama Sandean Raja. Ketika masih kecil, ayah Si Dayang Bandir
dan Sandean Raja meninggal dunia.
Dengan
meninggalnya raja di Kerajaan Timur, maka tahta Kerajaan Timur menjadi
kosong. Berhubung Sandean Raja masih
kecil dan belum bisa menggantikan kedudukan ayahnya sebagai raja, maka dalam
sidang istana kerajaan menunjuk Paman Kareang untuk mengendalikan pemerintahan
kerajaan. Si Dayang Bandir mempunyai akal untuk menyelamatkan benda-benda
pusaka agar jangan sampai jatuh ke tangan pamannya yang hanya menggantikan
pemerintahan sementara. “Hmm.. benda-benda pusaka ini haurs kuselamatkan agar
jangan sampai jatuh di tangan pamanku, kelak adik Sandean Raja lah yang berhak
atas benda-benda pusaka ini,” gumam Si Dayang Bandir.
Tidak berapa lama, Paman Kareang
mengetahui benda-benda pusaka peninggalan raja telah disimpan Si Dayang Bandir.
Ia mendesak Si Dayang Bandir agar menyerahkan benda-benda itu. “Awas! Kalau
benda-benda itu tidak diserahkan padaku, keselamatanmu akan terancam!” Itulah
ancaman Paman Kareang kepada Si Dayang Bandir. Namun Si Dayang Bandir tetap
tidak mau menyerahkan benda-benda pusaka itu.
Kekesalan Paman Kareang menyebabkan
Si Dayang Bandir dan Sandean Raja dibuang ke hutan. Sesampainya di hutan, Paman
Kareang mengikat Si Dayang
Bandir di atas sebatang pohon
sehingga tidak dapat dijangkau adiknya, Sandean Raja. Sandean Raja menangis tak
henti-henti sampai kehabisan air mata. Sandean Raja mencoba membebaskan
kakaknya. Tapi ia tidak berhasil memanjat pohon tersebut, setiap mencoba ia pun
jatuh. Tubuhnya menjadi tergores dan luka-luka. “Biarlah kekejaman paman ini
kutanggung sendiri,” kata Si Dayang Bandir lemah. “Bila kau lapar, makanlah
pucuk-pucuk daun yang berada di sekitarmu,” ucap Si Dayang Bandir, kepada
adiknya yang kelaparan.
Setelah beberapa hari terikat di
batang pohon, akhirnya Si Dayang Bandir tampak mulai lemas dan akhirnya
menghembuskan nafas terakhir. “Begitu kejam pamanku!” umpat Sandean Raja. Ia
pun hidup seorang diri di hutan selama beberapa tahun hingga ia menjadi seorang
pemuda yang gagah perkasa. Selama di hutan, ia selalu ditemani roh Si Dayang
Bandir. “Ku harap kau segera menghadap Raja Sorma,” bisik halus Roh Si Dayang
Bandir, kepada Sandean Raja. Raja Sorma adalah adik kandung dari Ibu Sandean
Raja. Raja Sorma tidak kejam seperti Paman Kareang yang saat ini sudah menjadi
raja di Kerajaan Timur.
Sandean Raja berhasil keluar dari
hutan dan segera menuju ke wilayah Kerajaan
Barat untuk menghadap Raja Sorma.
“Ampun Sri Baginda Raja Sorma. Hamba adalah Sandean Raja. Putra Mahkota
Kerajaan Timur,” kata Sandean Raja. Raja Sorma sangat terkejut dengan ucapan
Sandean Raja karena ia mendengar bahwa Sandean Raja dan Si Dayang Bandir telah
meninggal dunia. Untuk membuktikan bahwa Sandean Raja benar-benar keponakannya,
Sandean Raja diuji memindahkan sebatang pohon hidup dari hutan ke Istana.
Ujian selanjutnya, Sandean Raja diharuskan menebas sebidang hutan untuk dijadikan perladangan. Pekerjaan itu diselesaikan Sandean Raja dengan baik. Selanjutnya, Sandean Raja diperintahkan untuk membangun istana besar yang disebut “Rumah Bolon” dan ternyata berhasil dan selesai dalam waktu tiga hari.
Ujian selanjutnya, Sandean Raja diharuskan menebas sebidang hutan untuk dijadikan perladangan. Pekerjaan itu diselesaikan Sandean Raja dengan baik. Selanjutnya, Sandean Raja diperintahkan untuk membangun istana besar yang disebut “Rumah Bolon” dan ternyata berhasil dan selesai dalam waktu tiga hari.
Raja Sorma belum mau mengakui
Sandean Raja sebagai keponakannya sebelum menempuh ujian terakhir. Yaitu,
menunjuk seorang puteri raja di antara puluhan gadis di sebuah ruang yang gelap
gulita. Sandean Raja merasa khawatir kalau
ujian yang terakhir ini ia tidak
berhasil. “Jangan khawatir, aku akan membantumu,” bisik roh Si Dayang Bandir.
Akhirnya Sandean Raja berhasil memegang kepala puteri raja yang sedang
bersimpuh. Atas keberhasilannya, Sandean Raja diakui sebagai keponakan Raja
Sorma dan dinikahkan dengan puterinya. Setahun kemudian, Sandean Raja bersama
prajurit Kerajaan Barat menyerang Kerajaan Timur yang dikuasai oleh paman Raja
Kareang. Dalam waktu yang tidak lama, Kerajaan Timur berhasil ditaklukkan dan
Raja Kareang terbunuh oleh Sandean Raja. Kerajaan Timur akhirnya di kuasai oleh
Sandean Raja. Dan akhirnya Sandean Raja dinobatkan menjadi raja Kerajaan Timur
dan hidup bahagia bersama istri dan rakyatnya.
Pesan Moral :
Untuk membuktikan kebenaran
diperlukan ujian yang keras. Hanya orang-orang yang bersemangat, sabar dan
besar hatilah yang dapat melewati ujian seberat apapun.
Baca Juga :
Cerita Loro Jonggrang
Cerita Lutung Kasarung
Cerita Keong Mas
Cerita Cindelaras
Cerita Calon Arang
Cerita Telaga Bidadari
Cerita Asal Usul Kota Banyuwangi
Cerita Cincin Sakti
Cerita Manik Angkeran
Cerita Asal Usul Danau Toba
Cerita Putri Tandampalik dari Sulawesi
Cerita Rakyat Karang Bolong
Cerita Tanjung Menangis di Pulau Hamahera
Cerita Ular Dandaung
Cerita Asal Mula Bukit Catu di Pulau Bali
Cerita Lutung Kasarung
Cerita Keong Mas
Cerita Cindelaras
Cerita Calon Arang
Cerita Telaga Bidadari
Cerita Asal Usul Kota Banyuwangi
Cerita Cincin Sakti
Cerita Manik Angkeran
Cerita Asal Usul Danau Toba
Cerita Putri Tandampalik dari Sulawesi
Cerita Rakyat Karang Bolong
Cerita Tanjung Menangis di Pulau Hamahera
Cerita Ular Dandaung
Cerita Asal Mula Bukit Catu di Pulau Bali
Sumber :
"http://www.elexmedia.co.id/"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar