Kerajaan Banten
Kerajaan Banten pada awal abad ke-16, merupakan salah satu pelabuhan
perdagangan Kerajaan Pajajaran. Bangsa Portugal datang dengan niat mendirikan pos dagang di Sunda
Kelapa, Banten.
Akhirnya, Sunda Kelapa berhasil direbut dari Portugal pada tanggal 22
Juni 1527. Sejak saat itu, Sunda Kelapa oleh Faletehan diganti namanya menjadi
"Jayakarta" yang berarti kemenangan penuh. Tanggal 22 Juni sekarang ini diperingati sebagai HUT DKI Jakarta.
Pada masa pemerintahan Hasanuddin putra dari Faletehan, wilayah
kekuasaan Banten mencapai daerah Lampung.
Faletehan sendiri mengundurkan diri dan pergi ke Gunung Jati di Cirebon
dan akhirnya wafat tahun 1570.
Itu sebabnya Faletehan mendapat gelar sunan Gunung Jati.
Hasanuddin wafat tahun 1570, kemudian digantikan putranya yang bernama
Pangeran Maulana Yusuf.
Wilayah kekuasaan Banten bertambah setelah berhasil menundukkan kerajaan
Pajajaran yang berpusat di Pakuan.
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan
Sultan Ageng Tirtayasa.
Kerajaan Banten Wilayah dan Kekuasaannya ;
Kerajaan Banten Wilayah dan Kekuasaannya ;
Kerajaan Tarumanegara
Setelah agama Hindu di terima di Kutai pada abad ke-4, pengaruhnya
meluas ke Jawa Barat pada pertengahan abad ke-5.
Pada abad ini, sekitar tahun 450 Masehi, berdirilah Kerajaan
Tarumanegara di hulu sungai Cisadane, dekat kota Bogor.
Pemakaian kata Taruma tampaknya berkaitan erat dengan kata tarum, yang
berarti sejenis tumbuhan perdu yang disebut juga sebagai pohon Nila. Tumbuhan ini banyak terdapat di daerah Jawa Barat, yaitu sungai Citarum.
Keberadaan kerajaan Tarumanegara dapat diketahui dari prasasti yang
ditemukan di pinggir sungai Ciaruteun, Ciampea, Bogor.
Dalam prasasti disebutkan bahwa raja yang termasyur dari kerajaan
Tarumanegara adalah Purnawarman.
Bukti ini juga dijumpai di dalam beberapa prasati lain dari sekitar
Bogor, yaitu prasasti Kebon Kopi,
prasasti Jambu, prasasti Pasir
Awi, dan prasasti Cianten.
Di sekitar Jakarta, ditemukan prasasti Tugu dan prasasti Lebak. Prasasti-prasasti tersebut menggunakan bahasa Sangsekerta dengan huruf
Pallawa.
Pada prasasti Ciaruteun ditemukan gambar telapak kaki dan laba-laba. Menurut isi prasasti telapak kaki tersebut merupakan telapak kaki Raja
Purnawarman.
Diketahui pula bahwa kehidupan masyarakat pada masa itu adalah sebagai
petani, peternak, dan pelaut. Namun, riwayat kerajaan ini setelah raja Purnawarman mangkat tidak
pernah diketahui lagi.
Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh didirikan pada tahun 1514 Masehi oleh Sultan Ali Mughayat
Syah atau Sultan Ibrahim.
Ibukotanya bertempat di Kutaraja (sekarang Banda Aceh).
Kerajaan Aceh semakin berkembang setelah Malaka direbut oleh Portugal
hingga perdagangan Islam memindahkan kegiatan ke Aceh.
Kerajaan ini mencapai zaman keemasan pada abad ke-16 dan ke-17. Sultan Ali Mughayat Syah kemudian digantikan oleh putranya yang bernama
Salahuddin.
Namun, karena ia gagal menyerang Malaka pada tahun 1537 Masehi,
Salahuddin kemudian digulingkan oleh Alauddin Riayat Syah al-Kahar pada tahun
itu juga.
Masa kejayaan kerajaan Aceh dicapai saat diperintah Sultan Iskandar Muda
pada tahun 1607-1636 Masehi.
Ia mampu memperluas kekuasaannya hingga ke Semenanjung Malaya.
Armada lautnya merupakan armada terkuat di Selat Malaka.
Sultan Iskandar Muda kemudian digantikan oleh Iskandar Thani hingga
tahun 1640.
Kejayaan Aceh mengalami kemunduran sejak diperintah oleh sultan-sultan
yang lemah. Terutama karena adanya pertikaian di dalam kerajaan sendiri dan
kedatangan Belanda ke Aceh.
Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan ini muncul, setelah kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran
(abad ke-13), dan para pedagang asing mengalihkan perhatiannya ke daerah pantai
timur laut Aceh, di Lhokseumawe, Aceh Utara.
Raja pertama adalah Sultan Malik as-Saleh. Selain sebagai sultan pertama di Samudera Pasai, ia juga merupakan raja
Islam pertama di Indonesia yang memakai gelar Sultan.
Penemuan nisan Sultan Malik as-Saleh yang berangka tahun 1297 Masehi
membuktikan pendapat tersebut.
Setelah wafat, sultan digantikan oleh Sultan Muhamad yang bergelar Malik
at-Tahir hingga tahun 1326 Masehi.
Pada tahun 1326 M, ia digantikan oleh Sultan Ahmad yang bergelar Malik az-Zahir.
Pada tahun 1345 Masehi, Ibnu Battutah, seorang musafir atau pengembara Maroko yang sedang mengadakan perjalanan ke Cina, singgah di Samudera Pasai.
Catatan yang dibuatnya menyebutkan bahwa Samudera Pasai merupakan bandar Internasional dengan tata cara pemerintahan mirip dengan raja-raja Islam di Persia.
Kerajaan Samudera Pasai mengalami kemunduran pada abad ke-15, saat
pemerintahan Sultan Ahmad.
Kedudukannya sebagai bandar Internasional digantikan oleh Malaka.
Kedudukannya sebagai bandar Internasional digantikan oleh Malaka.
by: Kerajaan Indonesia Pg. 02
Tidak ada komentar:
Posting Komentar